Korupsi vs KPK dan Kekalahan Yang Tak Berkesudahan



Korupsi vs KPK dan Kekalahan Yang Tak Berkesudahan

Keperkasan lembaga anti korupsi di negeri tinggalah cerita. Riwayatnya perlahan musnah, menyisakkan puing-puing kenangan yang perlahan hilang di telan waktu seiring kekalahannya menghadapi proses Praperadilan belakangan ini.

Maka, wajar saja bila kini KPK tak gagah lagi. Ditambah gigi-gigi tajamnya yang perlahan rontok bagai macan ompong, yang semakin memperlihatkan tanda-tanda kehancurannya.
Mari kita perhatikan bagaimana serangkaian kekalahan-kekalahan yang di alami KPK acapkali menghadapi Praperadilan yang diajukan para “tersangka” yang akhir-akhir ini menjadi trend dan juru selamat agar mensterilkan namanya, setelah apa yang dilakukan hakim Sarpin, Yuningtyas Upiek Kartikawati, serta Haswandi berhasil mempecundangi KPK?

Baiklah, kendati saya bukanlah orang hukum, saya tentu sedikit mengerti dengan keputusan para hakim itu. Ya, selama mereka patuh pada legal-formal acara, maka tak ada yang salah dengan keputusan pengadilan tersebut. Hakim punya kuasa atas segala keputusannya, apa pun itu. Kalau pun toh nanti ada pihak yang merasa puas dan dirugikan atas keputusannya, baik penggugat atau tergugat, maka itu mah wajar saja.

Praperadilan KPK
Dulu, bagaimana kita dibuat tercengang atas keputusan hakim Sarpin yang memenangkan Praperdailan BG, yang membuat kita memekik, tersurut kecewa. Lalu, kita pun dibuat kejengkang lagi atas keputusan umi Yuningtyas Upiek Kartikawati, terakhir kita pun kian terperangah dengan keputusan Haswandi yang berjasa menyelamatkan Hadi Poernomo, kita pun sontak pingsan. Sedikit terpenggal.

Bedanya, kalau dulu hakim Sarpin menggunakan amar putusan MK yang meluaskan cakupan pasal 77 KUHP mengenai penetapan status tersangka sebagai materi gugatan Praperadilan. Umi Yuningtyas Upiek Kartikawati, memakai Pasal 77 KUHAP dengan memasukkan penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan dalam objek praperadilan.

Selain itu, umi Yuningtyas Upiek Kartikawati menambahkan, bukti-bukti yang diajukan KPK hanya berupa fotokopi tanpa bisa ditunjukkan aslinya sehingga KPK dianggap menetapkan Ilham sebagai tersangka sebelum ada dua bukti permulaan yang cukup.

Terakhir, Haswandi lebih tajam lagi, yakni “tidak berwenangnya KPK mengangkat penyidik dan penyelidik di luar institusi kepolisian dan kejaksaan”. Sehingga, segala proses penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan penyidik dan penyelidik KPK yang bukan dari kedua intansi tersebut, dianggap KW. Otomatis, segala bentuk penuntutannya harus dihentikan.

Seketika, KPK hancur. Morat-marit.
Ya, bagaimana tidak, keputusan tersebut jelaslah membawa pengaruh yang sangat serius. Artinya, bahwa seluruh perkara yang sedang diselidiki dan disidik oleh penyelidik dan penyidik yang diangkat oleh KPK, yang dalam UU tidak ada aturan tertulisnya, statusnya terancam ilegal.

Setidaknya, inilah yang menjadi biang kekhawatiran KPK. Bayangkan, pekerjaan KPK yang harus melalui proses penyidikan dan penyelidikan yang menyita waktu berbulan-bulan serta bertahun-tahun itu, walau panas terik, hujan badai itu, seketika harus dihentikan karena dinilai ilegal. Biangnya tidak salah lagi,“tafsir hukum” yang pakai hakim Haswandi.

Hakim Haswandi menafsirkan pasal 45 ayat 1 Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK, bahwa penyidik KPK adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK, serta Pasal 4 KUHP tentang penyelidik dan Pasal 6 KUHP tentang penyidik.

 Penafsirannya ialah “penyidik dan penyelidik KPK karena itu sebelumnya harus berstatus penyidik atau penyelidik di Polri atau kejaksaan” Maka, dengan tafsir seperti ini pantas sajalah untuk diamarkan bahwa penyidik dan penyelidik yang diangkat oleh KPK bukan dari institusi Polri maupun Kejaksaan, maka statusnya ilegal.

Kekalahan Yang Tak Berkesudahan
Maka, jelas lah, selama para koruptor tak henti-hentinya mengajukan proses Praperadilan atas statusnya sebagai tersangka yang ditetapkan KPK, maka selama itu pula KPK terancam mengalami kekalahan demi kekalahan. Terlebih, jika para hakim yang menganinya, selalu berijtihad dengan menafsirkan pasal-pasal seenaknya tafsirannya sendiri, otaknya sendiri, dan eheemm keputusan hakim terdahulu “yang telah lebih dulu keliru” itu, semisal Haswandi ini.

Jelaslah, bahwa proses Praperadilan yang belakangan ini sering menimpa KPK, seolah mengisyaratkan kepada kita bahwa upaya pembunuhan terhadap institusi antirasuah ini benar-benar telah direncanakan secara matang oleh para koruptor. Dengan tujuan supaya KPK musnah, dan para koruptor sumringah. Sehingga, pada akhirnya, KPK hanya akan menjadi riwayat usang pemberantasan korupsi di masa lalu.

Ciamis, 2015
*Dimuat di kolom opini Kabar Priangan, Pikiran Rakyat group. 

 
SHARE

Nunu Nugraha

HSedang getol belajar nulis di koran. Puisi, cerpen, opini, dan resensinya telah nangkring di berbagai media, mulai dari lokal hingga nasional. Sesekali, nongol di media online. Kini, dia tengah berburu beasiswa dan tak ketinggalan, sedang berusaha mendapat restu calon mertua. Kalau mau nyapa @noe_aufa Twitternya. Nunu Nugraha Facebooknya.

  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment