RESENSI BUKU PUTUSIN NGGAK, YA?





Ta'aruf dan Pacaran Tipis Batasnya

Judul Buku : Putusin nggak, ya?
Penulis : Edi Akhiles
Penerbit : Safirah, Yogyakarta
Terbit : I, 2014
Tebal : 252 Halaman
ISBN : 978-602-7968-60-8

Pro kontra mengenai hukum pacaran dalam Islam memang tiada habisnya. Selalu menarik untuk diangkat dan dibahas ke permukaan. Sekalipun, sebagian ada yang berpandangan bahwa pacaran sepenuhnya haram. Sebutlah itu ustadz Felix Y Siauw dalam bukunya Udah putusin aja!, juga ada Arif Rahman Lubis dalam buku Halaqah Cinta, keduanya berkesimpulan pacaran itu haram.

Otomatis, secara tidak langsung, bagi mereka yang kebetulan menjalin suatu hubungan dengan lawan jenisnya, sebutlah itu pacaran, niscaya akan terjudge haram tanpa sanggup dibendung lagi jika merujuk pada dua buku tersebut.

Namun, patut diingat, bahwa kedua buku tersebut bukanlah satu-satunya pemikiran yang harus diamini oleh setiap orang yang membacanya lantas menerapkannya dalam kehidupan. Sebab, ada pemikiran lain yang patut pula untuk dipertimbangkan.

Ya, sebagai pembanding, dihadapan kita telah hadir buku yang ditulis Edi Akhiles dengan judul Putusin nggak, ya?

Hadirnya buku ini akan memberikan pemahaman kepada kita, bahwa sejatinya ada pemikiran-pemikiran lain yang layak untuk dipertimbangkan dalam memutuskan suatu hukum, termasuk bagi mereka yang masuk dalam zona “pacaran” itu tadi yang dikhawatirkan terkena imbas pengharaman seperti yang ditegaskan dalam buku Udah putusin aja! Dan Halaqah cinta.

Sebagaimana kita tahu, dewasa ini, arus pergaulan memang tak bisa terbantahkan lagi. Begitu pula pergaulan antar lawan jenis, maka lahirlah sebuah perasaan saling suka, sampailah pada level jatuh cinta antar kedua pasangan. Maka, hal itu adalah alamiah, wajar, dan memang sunnatullohnya seperti itu.

Pandangan Edi Akhiles dalam buku Putusin nggak, ya? Ini, tentu saja bukanlah sebuah pandangan yang tanpa didasari referensi, maupun sumber rujukan yang jelas. Ditambah dengan realitas yang nampak di hadapan kita saat ini yang tak bisa kita abaikan begitu saja.

Dalam bukunya, Edi Akhiles berpandangan, bahwa sebagian pacaran bentuknya halal. Ya, selama berpatokan pada prinsip, pertama, niat baik atas dasar dorongan cinta, bukan nafsu. Kedua, niat baik untuk ta'aruf (penjajakan) yang lebih serius yang mengarah pada pernikahan. Ketiga, niat baik untuk keilmuan, pergaulan, kepribadian, dan ujian keimanan. Ke empat, niat baik guna memelihara diri dan pasangan dari khalwat yang tertutup (hal 156).

Sampai di sini, benderanglah, bahwa hukum pacaran yang dibolehkan dalam arti “halal”, ialah yang berpatokan pada prinsip yang sebagaimana dikemukakan Edi Akhiles itu tadi. Adapun dengan ta'arufan, sekalipun istilah Arab, selama kenyataannya tidak berpatokan pada prinsip tersebut, maka hukumnya pun akan sama saja dengan pacaran yang tidak dibolehkan itu tadi, sebutlah itu haram.

Maka poinnya, baik itu pacaran maupun ta'arufan, bukan lagi terletak pada posisi kedua istilah tersebut. Misal, karena ta'aruf adalah istilah yang bermuatan Arab, lantas kita berkesimpulan bahwa segala sesuatu yang berbau Arab adalah benar, boleh, dan bahkan halal, sekalipun dalam kenyataannya tidak sesuai dengan prinsip dan koridor atau batasan yang sesuai dengan ketentuan agama dan ayat al-qurannya. Lantas hukumnya menjadi boleh, benar, dan bahkan menjadi halal. Sing penting “ada muatan Arabnya”. Sungguh, ini adalah kekeliruan belaka yang tentu saja tak dapat dibenarkan.

Ya, karena sejatinya istilah apapun sungguh takkan pernah mewakili esensi atau nilai yang muncul dalam keseharian kita dalam bentuk tindakan, termasuk dalam hal pacaran dan ta'arufan sekalipun yang bisa jadi bertolak belakang dengan kenyataan.

Intinya, pacaran dan ta'arufan adalah dua istilah yang berbeda, namun secara esensi mempunyai arti sama. Begitupun secara penerapan hukumnya. Keduanya bisa dibolehkan bahkan halal, namun dapat pula haram. Hal itu lagi-lagi bergantung pada diri kita sendiri, bagaimana cara kita mengelola dan mengekspresikannya.

 
SHARE

Nunu Nugraha

HSedang getol belajar nulis di koran. Puisi, cerpen, opini, dan resensinya telah nangkring di berbagai media, mulai dari lokal hingga nasional. Sesekali, nongol di media online. Kini, dia tengah berburu beasiswa dan tak ketinggalan, sedang berusaha mendapat restu calon mertua. Kalau mau nyapa @noe_aufa Twitternya. Nunu Nugraha Facebooknya.

  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

3 comments:

  1. Sampai sekarang aku belum beli buku ini. Duh.
    Thanks review-nya, ya, Nunu. :D
    Kayanya kita udah temenan FB ya. Saling follow blog yuk.

    Ohya, untuk masukan. Masalah template nggak masalah untuk coklat. Bebas. Pemilihan wrna font nya nggak mengganggu. Udah sip. Penulisannya udah rapi rata kanan kiri,

    Hanya masukannya, tiap ganti paragraf, kalau bisa pakai enter dua kali yah? Biar nyaman bacanya. Sementara itu dulu sih, Nu. Lainnya udah oke kok. :D

    ReplyDelete
  2. Wah, yg bener mbak? Bagus mbak. recomended bangetlah. nambahin wawasan.
    iya. udah berteman kok. oke deh. siap. Terimakasih masukannya ya, Mbak. :)

    ReplyDelete
  3. Argumennya campur-campur nggak konsisten. Opini pribadi kok jadi pembenaran?

    ReplyDelete