Dalam beberapa pekan belakangan,
masyarakat Indonesia, khususnya yang berkecimpung di dalam media
massa digemparkan dengan adanya pemblokiran situs Islam yang
disinyalir mengandung muatan atau konten radikal oleh BNPT, yang tak
tanggung berjumlah 22 situs. Dalam keterangan yang diberikan, 22
situs tersebut dianggap mengandung radikalisme.
Namun, setelah diklarifikasi, ternyata tak serta merta semua situs
yang diblokir itu menyebarkan paham radikal, atau sebagaimana yang
dijadikan alasan pemblokirannya.
Imbasnya, pemblokiran yang dilakukan itu tak ayal menuai badai dari
berbagai kalangan, khusususnya dari pihak terkait yang merasa
dirugikan dengan pemblokiran yang dilakukan secara serta merta itu.
Hal ini menunjukan, bahwa apa yang dilakukan pemerintah, dengan
secara nyata tidak mampu untuk mengatasi masalah.
Alangkah baiknya jika pemerintah lebih bijak lagi menangani masalah
ini sebelum memutuskannya, maka seyogyanya diadakan dialog terlebih
dahulu mengenai konten atau muatan dalam situs yang bakalan diblokir
itu, sehingga pemerintah tidak dianggap gegabah dalam mengatasi kasus
ini.
Sebab, kebijakan yang dilakukan pemerintah ini justeru disinyalir
telah mengekang kebebasan berpendapat, khususnya dakwah Islam ini
yang memang sering menggunakan media sebagai sarana dakwahnya dirasa
cukup menghambat, yang dikhawatirkan pengetahuan dan nilai-nilai
ke-Islaman akan semakin sulit diakses.
Tidak elok rasanya jika pemerintah bertindak gegabah dalam membuat
kebijakan dalam hal apa pun, termasuk dalam kebijakan pemblokiran
situs Islam ini. Padahal, jika ditelisik, ditelusuri, atau
dicari-cari, sebenarnya masih ada situs-situs yang lebih berbahaya
yang berkeliaran di internet ini, yang bisa saja berdampak terhadap
kehidupan yang lebih luas lagi, misal, situs porno.
Cobalah cek di Paman Google, hal yang terkait dengan porno. Begitu
kita ketikan kata kuncinya saja, seketika bertebaranlah situs-situs
terkait itu, mulai dari lokal, interlokal, lengkap dengan gambar dan
videonya, tak ketinggalan dengan pilihan downloadnya. Semuanya
tersaji dengan begitu mudahnya di hadapan kita, tanpa tedeng
aling-aling lagi,
alias tanpa sensor. Celakanya, semua orang bisa mengakses situs-situs
ini dengan begitu mudahnya, termasuk anak-anak.
Bukankah keberadaan situs-situs porno lebih membahayakan?
Ya, karena bisa jadi, orang-orang
yang awalnya membuka situs porno ini, lalu kemudian dia jadi #maaf
horny, begitu, akan
terpancing nafsunya dan dikhawatirkan akan mencari pelampiasannya
secara bebas.
Imbasnya, betapa kita sering menyaksikan kasus-kasus perkosaan,
pelecehan seksual, maupun hal-hal lain yang berkaitan erat dengan
praktik seksual, yang tak jarang menimpa bocah belasan tahun, yang
bisa saja itu diakibatkan dengan adanya situs-situs porno yang
bertebaran di internet itu.
Maka, tak mengherankan memang jika permasalah seks bebas,
pemerkosaan, hamil di luar nikah, menyebarnya HIV/AIDS, hingga
puncaknya merajalelanya kasus aborsi yang bertebaran di mana-mana,
tak dapat diselesaikan oleh pemerintah oleh sebab adanya pembiaran
yang justeru dilakukan oleh pemerintah itu sendiri.
Imbasnya, kerusakan terjadi di mana-mana, akibat kebijan yang salah
kaprah di satu sisi, di sisi lain dengan pembiaran yang seolah
memberikan ruang bebas untuk melakukan apa saja, yang berujung pada
kerusakan-kerusakan belaka.
Benarkah demikian?
Ciamis, 22 April 2015
0 comments:
Post a Comment