Belajar Puisi

1. Perbedaan

Kau dan aku hidup berdampingan,
jaraknya berdekatan,
kau sembahyang, aku pun begitu
kau makan, aku pun sama
kau lapar, aku juga
kau dan aku jelas berbeda,
kau adam, dan
aku hawa
lalu kita jatuh cinta.
Di belakang kita, ada orang berbeda
kita pun marah karenanya
padahal, kau dan aku jelas berbeda
tapi, kau tak marah padaku, dan
aku pun begitu.
Berbeda, karenanya cinta
tak marah lagi.
Di belakang kita, orang-orang digampar lagi
alasannya berbeda.
Lantas, kita tetap jatuh cinta, dan orang-orang itu,
kita gampar lagi, sedang kita pun
sama-sama berbeda.
Kau dan aku, lebih baik tak cinta lagi
gampar-gamparan lagi, karena
orang-orang itu pun digampar lagi

2. Para Penjual Agama
Ada orang jualan agama,
lalu karenanya menjanjikan syurga.
Dunia diletakkan di kakinya, sedang
akhirat dia genggam di tangannya.
Diumbar sedemikian rupa.
Kepalanya berpayung kupiah, mulutnya
khusuk membaca tasbih, dan
tangannya lincah melipat rupiah.

Jangankan perkara dunia, akhirat
yang jauh, tampak di matanya.
Sekali ketuk, terbuka pintunya.

Ada orang datang ke rumahnya,
membeli sepetak syurga.
Wajahnya tampak sumringah, cerah
seperti awan di luar sana. Sebab,
...kini, syurga dia genggam di tangannya.

Di dalam rumah, penjual syurga
bahagia. Dagangannya laku tak tersisa.
...tapi, di luar sana. Sang pembeli
limbung dibuatnya.
Tiketnya tak berlaku lagi, syurga
tertutup lagi.

3. Sebuah Keadilan

Cinta tak terbalas, menyakitkan
pertandingan tanpa kemenangan, mengecewakan
rasa kehilangan, menyedihkan
rindu yang tak tersampaikan, menyesakkan
padahal, semua adalah keadilan.
Cinta tak terbalas, adalah keadilan
pertandingan tanpa kemenangan, adalah keadilan
kehilangan adalah keadilan
rindu yang tak tersampaikan, adalah keadilan
sebab, keadilan selalu berpijak pada keikhlasan
bukan perasaan, apalagi pemaksaan.

4. Sebuah Alasan
Yang kalah, selalu menuding yang menang
mencari kambing hitam
mengorek-mengorek yang kecil, sedang
yang pendek menuduh yang tinggi,
yang kecil menuduh yang besar, lalu
saling menuduh satu sama lain.
Yang dituduh tak kalah gaduh, mereka yang menuduh
dianggap musuh, dikira perusuh.
Kita pun kian gaduh, tuduh
menuduh, puncaknya saling bunuh.
Lalu mati berbarengan, tak dapat apa-apa
hanya keluh yang tersisa, di luar sana
alasan menertawakan kita.

5. Penolakan
Di pelupuk mata, kau tak tampak
di dalam hati, kau tak ada
sudah kucari, kau tak sembunyi
tak ada rasa, tak ada getaran.
Bukan, bukan berarti tak punya perasaan
sebab, perasaan seperti rembulan
yang datang tidak ditentukan
tahu-tahu memberikan pancaran, dan kita tak kuasa melewatkannya

Ciamis, Maret 2015
*Tayang di Rubrik Budaya, Kabar Priangan, 17 Juni 2015

SHARE

Nunu Nugraha

HSedang getol belajar nulis di koran. Puisi, cerpen, opini, dan resensinya telah nangkring di berbagai media, mulai dari lokal hingga nasional. Sesekali, nongol di media online. Kini, dia tengah berburu beasiswa dan tak ketinggalan, sedang berusaha mendapat restu calon mertua. Kalau mau nyapa @noe_aufa Twitternya. Nunu Nugraha Facebooknya.

  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment