Pengajian dan Politik; Ketika Caleg datang ke Mesjid

Relakah kita menyaksikan jutaan orang yang berdiam diri di negeri ini menderita sebagaimana yang begitu sering diwartakan di tivi-tivi?
***
Semarak pesta Demokrasi di Indonesia, kian mendekat. Tepat, 9 April 2014 mendatang, pesta Demokrasi lima tahunan ini akan resmi dikumandangkan. Bahkan jauh-jauh hari, kurang lebih satu bulan setengahan lagi pesta akbar ini digelar, berbagai partai politik lewat caleg-calegnya kian gencar menjalankan aksi manuver politiknya.
Bertebaranlah baliho-baliho besar di hampir setiap pinggiran jalan, baik di perkotaan hingga pedesaan. Ada juga yang dengan giat membagikan member card yang berfungsi sebagai tiket masuk wisata dengan fasilitas gratis bagi yang memiliki member card tersebut.
Tak hanya itu, mereka, (baca; Caleg), rela datang menampakkan batang hidungnya. Blusukan. Hampir setiap lokasi yang menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dikunjunginya. Entah itu perkampungan, puskesmas, hingga mesjid.
Pengajian politik
Ya, mesjid. Apalagi ketika malam pengajian. Mereka datang dengan memberikan ketegasan, bahwa inilah saya wakil dari partai 'anu' menjanjikan suatu perubahan besar dalam kehidupan masyarakat, kelak, jika sudah terpilih. Maka, keluarlah petuah politik yang penuh retorika itu dengan visi misi yang lagi-lagi menjanjikan suatu perubahan. Ya, perubahan ke arah yang lebih baik. Begitu mantap! Tak ketingalan dengan membawa setangkup janji. Ya, janji untuk memberikan suatu bantuan, misalnya, akan memberikan anggaran untuk mendirikan bangunan, contohnya saja mesjid, atau anggaran untuk renovasi bangunan yang telah ada namun kondisinya mengkhawatirkan.
Hmm, cara inilah yang dianggap ampuh dan mujarab untuk memuluskan jalan merebut popularitas serta menaikkan suara yang akan membawanya duduk di atas singgasana parlemen sebagai wakil rakyat. Sebab, di kalangan masyarakat apalagi di kampung-kampung, untuk sekadar membayar iuran biaya renovasi mesjid saja sulit dilakukan. Bahkan, untuk biaya sehari-hari saja, misalnya, begitu kekurangan. Hanya cukup untuk sekali makan. Apalagi jika dibebankan untuk membayar iuran mesjid yang sifatnya agak memaksa dan dianggap terlalu besar, bahkan berbanding terbalik dengan penghasilan.
Maka, di sinilah mereka memanfaatkan situasi ini dengan berlagak “sok pahlawan” yang tak tanggung-tanggung menyebutkan nominal angka bantuan yang akan mereka gelontorkan jika seandainya mereka terpilih.
Rasanya, untuk sekarang ini misalnya, pengajian di kampung-kampung akan banyak dijumpai orang-orang bertopeng pahlawan dengan tutur kata yang manis, senyum yang menawan, dan wajah bersahaja serta berjiwa humanis. Yang ujung pangkalnya berbicara politik. Ya, politik! Bahkan, bahasan pengajian pun akan berubah ke arah perpolitikan karena ada muatan politik yang mereka tebarkan.
Seperti biasa, awalnya mereka datang dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Lalu setelah itu mengatakan bahwa mereka datang untuk sekadar bersilaturahim, dan ingin kenal lebih dekat dengan masyarakat. Untuk kemudian, berhamburanlah kata-kata politik retorika dari mulutnya. Yang bisa jadi kata-kata tersebut bukan keluar dari nuraninya, bahkan mulutnya sendirinya. Melainkan dari tim “kreatif dan antek-anteknya” yang mereka hapalkan sehari semalam penuh agar tampil maksimal dan meyakinkan!
Ya, ketika caleg datang ke pengajian. Maka, pengajian tak hanya sekadar pengajian. Karena yang dibahas bukan lagi masalah peribadahan, tetapi politik dan kekuasaan yang katanya untuk kemaslahatan bersama.
Namun, boleh jadi dan boleh juga tidak, karena kemungkinan kepentinganlah yang melatar belakangi siapa mereka!

Benarkah demikian?

*Dimuat di Tabloid Pendidikan Ganesha Ciamis, Maret 2014
SHARE

Nunu Nugraha

HSedang getol belajar nulis di koran. Puisi, cerpen, opini, dan resensinya telah nangkring di berbagai media, mulai dari lokal hingga nasional. Sesekali, nongol di media online. Kini, dia tengah berburu beasiswa dan tak ketinggalan, sedang berusaha mendapat restu calon mertua. Kalau mau nyapa @noe_aufa Twitternya. Nunu Nugraha Facebooknya.

  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment