Menyelami Hidup Melalui Cerita
Judul Buku : Agama apa yang Pantas Bagi Pohon-pohon?
Penulis : Eko Triono
Penerbit : Diva Press, Yogyakarta
Terbit : I, April 2016
Halaman : 260
ISBN : 978-602-391-128-8
Buku berisi tiga puluh satu cerita yang terhimpun dalam Agama apa
yang pantas bagi pohon-pohon? sebagai
judul utamanya yang ditulis oleh Eko Triono.
Selaku penulis, Eko Triono berhasil menyuguhkan ragam cerita yang tak
biasa. Pasalnya, antara karya yang satu dengan lainnya memiliki corak
dan karakter yang berbeda, sehingga pembaca begitu membacanya, akan
menikmati beragam rasa.
Eko Triono mengajak pembaca untuk merenung, sesekali lainnya
berpikir, dan mencoba mengajak pembaca untuk melihat ke sekelilingnya
melalui cerita-ceritanya yang memang nyata dan terjadi di kehidupan
kita.
Hal itu diungkapkan oleh Naufil Istikhari Kr, yang mengatakan bahwa
karya Eko Triono menyentil, tetapi juga mengusik derajat kemanusiaan
yang kerap pongah. Diam-diam kita akan berkata dalam hati, 'iya,
iya!'. Begitulah cara sastra bekerja. Revolusi tak selamanya
memerlukan besi (halaman 5)
Buku menghadirkan potret kehidupan dewasa ini, tentang bagaimana
kehidupan umat manusia yang kadangkala atau mungkin pula telah lebih
buas dan ganas melebihi dunia binatang. Sebagian dari kita ada yang
menjelma menjadi raja layaknya singa di hutan berkat kekuasaan, dan
kekuatannya. Sehingga dapat berperilaku semena-semena, sesuka
hatinya, bahkan hingga menindas.
Potret kehidupan yang demikian terekam dalam cerita bertajuk Ikan
Kaleng. Di mana cerita itu
mencoba menghadirkan potret kehidupan pelosok timur Indonesia yang
cenderung tertinggal–baik secara pembangunan maupun
pendidikan–padahal jika dilihat dari kekayaan alamnya, sungguh
melimpah ruah. Namun, kenyataannya, mereka terkesan “dibodohi”
oleh orang-orang yang cakap ilmu dan maju secara pendidikan (halaman
234)
Hal yang paling menggetarkan pembaca, ialah tatkala Eko menyajikan
cerita yang bertemakan agama. Dia mengajak pembaca untuk merenung dan
berpikir dalam-dalam lewat ceritanya. Tentang bagaimana tindak-tindak
manusia yang mengaku beragama, tetapi tak mencerminkan agamanya. Dan
sangat berbeda dengan pohon yang sekalipun tumbuh di tempat yang
sama, dia tetap tumbuh dengan damai.
Aku mengira, seandainya pohon-pohon beragama, hewan-hewan
berideologi, dan para jin dan tuyul membuat undang-undang dan
mengendalikan kekuasaan, hukum, dan juga politik, masihkah kita
disebut manusia? (halaman 258)
Akhirnya, melalui buku ini, kita diajak untuk menyelami hidup dan
kehidupan lebih jauh serta lebih dalam lagi begitu tuntas membacanya.
0 comments:
Post a Comment