Tak bisa dipungkiri bila kemajuan teknologi dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Tajam. Lesat. Tak terbendung lagi. Sebagaimana
arus perpuataran zaman itu sendiri.
Globalisasi.
Ya, mungkin inilah sebutan yang pas untuk mewakili zaman kemajuan
sekarang ini, yang mana merupakan suatu keadaan di mana perbedaan
jarak dan posisi geografis suatu wilayah bukan lagi halangan untuk
mendapatkan sebuah informasi atau sekadar menjalin komunikasi. Baik
dalam batas wilayah maupun yang di luar batas, dan bahkan berbeda
negara atau benua sekali pun.
Ya, seperti sekarang. Arus perputaran informasi dan komunikasi
bukanlah sesuatu yang rumit, tetapi adalah hal yang paling mudah
didapat dan dilakukan oleh semua orang yang membutuhkannya. Begitu
terbuka. Mudah diakses di mana saja. Cepat. Biaya ringan.
Media, secara sederhanannya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, di
antaranya media cetak, televisi, radio, hanphone, hingga saluran
internet. Kesemua jenis media ini begitu mudah ditemukan dan diakses
di mana saja serta oleh siapa pun yang memerlukannya, terlebih di era
globalisasi sekarang ini.
Namun, tak bisa dipungkiri, bila kemajuan penyedia informasi dan
komunikasi ini setidaknya akan membawa dampak terhadap penggunanya.
Baik dampak positif maupun negatif. Misalnya, tersajinya informasi
yang simpang siur tentang suatu permasalahan atau mungkin sengaja
dibuat sebagai rekayasa sosial untuk menaikan popularitas maupun
menjatuhkan pihak lain sejatuh-jatuhnya, sejungkal-jungklanya. Tanpa
henti. Hingga terbentuklah opini publik yang menyesatkan sekaligus
merugikan bagi pihak yang yang didera isu ini. Namun, menguntungkan
bagi pihak lain karena memang berita tentangnya dibagus-baguskan,
dijunjung, bahkan tanpa cela sedikitpun.
Apalagi jika dikaitkan dengan perpolitikan sekarang ini, misalnya,
keberadaan penyedia informasi dan komunikasi ini dijadikan senjata
untuk mendompleng popularitas demi meraih dukungan sebanyak mungkin.
Saling serang antar lawan politik adalah sesuatu yang wajar. Bahkan,
perpolitikan sekarang ini banyak melibatkan media, karena memang
orang-orang yang berkiprah dalam perpolitikan ini tak sedikit adalah
para pemilik media itu sendiri, yang cakupannya berskala besar.
Tengoklah, saling serang antar lawan perpolitikan lewat media yang
'mereka' miliki sampai saat ini terus berlangsung, dan bahkan semakin
memanas. Saling lontar serangan, sindiran, bahkan ejekan. Namun itu
adalah kewajaran, karena persaingan adalah persaingan. Di mana akan
terus berlangsung dalam kompetisi apapun, termasuk persaingan politik
itu sendiri.
Namun, tidaklah elok jika cara-cara negatif dilakukan demi
menjalankan misi kepentingannya sendiri, tanpa mengindahkan fungsi
daripada media itu sendiri. Tetapi, tidaklah indah juga bila media
digunakan sebagai sarana pencitraan demi meraih simpatik
sebesar-besarnya, apalagi sampai terlampau lebay. Sebab, masyarakat
sudah terlampau pintar untuk dibodohi hal semacam itu, bahkan
cenderung tak peduli dengan informasi apapun, karena masyarakat
menilai bahwa informasi apapun yang dimunculkan ke publik tidak lain
hanyalah sebuah rekayasa sosial belaka, yang di latarbelakangi
kepentingan belaka.
Jika sudah begitu, maka, kepada siapa lagi masyarakat menggantungkan
kebutuhannya akan informasi sebagai sarana control sosial
terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang sarat dengan
perpolitikan itu?
Bukankah media berfungsi sebagai sarana control sosial di
masyarakat?
Ya, sebagai sarana informasi yang aktual, tajam, dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Di mana tidak memihak kepada
pihak mana pun. Netral dan tak boleh ada interpensi dari pihak mana
pun bahkan pemerintah sekalipun yang kaitannya erat dengan masalah
politik. Sebagaimana dalam pasal 33 UU No. 40 tahun 1999, bahwa media
berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol
sosial.
Benarkah media sudah tak netral lagi?
*Dimuat di Harian Umum Kabar Priangan, Juli 2014
0 comments:
Post a Comment