Seleksi pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) peridoe 2015-2019 layak dijadikan
momentum untuk kembali memperkuat KPK, yang akhir-akhir ini memang
perlahan loyo, tak gagah lagi. Selama ini, pimpinan lembaga
antirasuah itu rawan dikriminalisasi, seperti dijadikan tersangka,
lalu harus nonaktif dari jabatannya.
***
Upaya Kriminalisasi
Pimpinan KPK
Setidaknya, ada 5 unsur pimpinan KPK yang pernah dan bahkan telah
dijadikan tersangka, yang memaksanya untuk menaggalkan jabatannya,
nonaktif sementara waktu. Deretan kelima unsur pimpinan KPK tersebut
di antaranya, tiga unsur pimpinan KPK periode ke 2 (2007-2011), yakni
Antasari Azhar, Bibit Samad Rianto, dan Chandra Hamzah, serta Abraham
Samad dan Bambang Widjojanto diperiode ketiga (2011-2015), bahkan
terakhir menyeret nama Novel Baswedan.
Antasari Azhar bahkan divonis penjara 18 tahun karena dinyatakan
terlibat pembunuhan berencana terhadap Direktur PT Putra Rajawali
Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, tahun 2009 lalu. Bahkan sampai
sekarang, setidaknya perkara tersebut masih menyimpan sejumlah
pertanyaan.
Alhasil, momok kriminalisasi tetap menghantui dan menjadi tantangan
unsur pimpinan KPK di masa mendatang. Selain mengganggu dan bahkan
dapat melumpuhkan KPK, ancaman kriminalisasi disinyalir menjadi salah
satu penyebab koruptor semakin berani melakukan aksinya, sehingga tak
gentar lagi dengan KPK.
Sialnya, peluang untuk menjadi unsur pimpinan KPK justru dapat
diambil dan dimanfaatkan oleh mereka yang selama ini tidak pro
terhadap pemberantasan korupsi dan malahan ingin melemahkan KPK.
Tak hanya upaya dikriminalisai, upaya KPK ini bisa pula dengan
menggunakan langkah lain, semisal merevisi Undang-Undang KPK, dan
memangkas kewenangan lembaga antirasuah itu yang baru-baru ini
kembali mencuat ke publik.
Uji Materi UU No 30/
2002 Tentang KPK
Celah untuk melakukan
kriminalisasi terhadap unsur pimpinan KPK antara lain terdapat pada
pasal 32 ayat (1) huruf (c) : “Pimpinan
KPK berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena
melakukan tindak pidana kejahatan” Pasal
32 ayat (2) berbunyi : “Dalam
hal pimpinan KPK menjadi tersangka tindak pidana kejahatan”
Ketentuan dalam pasal 32
ayat (2) itu telah membuktikan pada kita, bahwa pada tahun 2009 lalu,
Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah dinonaktifkan karena menjadi
tersangka. Namun, mereka kembali aktif setelah kejaksaan mengeluarkan
surat ketetapan penghentian penuntutan.
Beberapa bulan lalu, pasal 32 ayat
(2) membuat Bambang Widjojanto dan Abraham Samad nonaktif karena
menjadi tersangka. Bambang Widjojanto disangka mengarahkan saksi
bersaksi palsu dalam sidang di MK (Mahkamah Konstitusi) tahun 2010,
sedangkan Abaraham Samad menjadi tersangka pemalsuan dokumen
kependudukan yang terjadi pada tahun 2007 silam. Keduanya
dijadikan tersangka oleh Polri, beberapa waktu, setelah KPK
mengumumkan Komjenpol Budi Gunawan sebagai tersangka.
Hal ini kemudian memicu Bambang Widjojanto untuk melakukan uji
materi terkait isi pasal 32 Undang-Undang KPK itu ke MK. MK Dalam uji
materi tersebut, MK diminta membatasi jenis dan kualifikasi tindak
pidana yang menyebabkan pimpinan KPK harus berhenti sementara saat
ditetapkan sebagai tersangka.
***
Semoga saja upaya ini tidaklah sia-sia, dan hanya jadi angin lalu
belaka. Sehingga, kedepannya, lembaga antirasuah itu tetaplah
berdiri kokoh. Kendati diterpa terjangan yang bertubi-tubi, dan upaya
kriminalisasi yang tak berkesudahan, disertai gempuran perilaku
korupsi yang tak kalah hebat itu.
Ciamis, 20 Juni 2015
0 comments:
Post a Comment